Te-Minutes – Pagi itu, Selasa 25 November 2025, lapangan alun-alun Kabupaten Batang Hari masih dipenuhi aroma haru dan sukacita seusai upacara peringatan Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke-80. Barisan seragam batik PGRI perlahan mencair menjadi kelompok-kelompok kecil yang saling berswafoto, bercengkerama, dan merayakan momen kebersamaan. Namun di tengah keramaian itu, satu pemandangan khusus mencuri perhatian yakni kehangatan sang Ibunda Guru Batang Hari, Zulva Fadhil.
Dengan senyum khasnya yang lembut namun penuh energi, Zulva menyalami satu per satu para guru yang mendekat. Banyak di antara mereka sudah mengenalnya bukan sekadar sebagai Ketua TP PKK atau figur publik, melainkan sebagai sosok yang merawat hubungan emosional dengan para pendidik, sebuah ikatan yang dibangun dari kedekatan, bukan sekadar seremonial.
Pada momen puncak, ketika nasi tumpeng telah dipotong sebagai simbol rasa syukur, suasana berubah semakin hangat. Para guru perempuan berbondong mendekat, sebagian masih menahan haru selepas upacara. Di luar dugaan, Zulva melakukan sesuatu yang membuat banyak orang terpaku sejenak, ia menyuapi beberapa guru dengan potongan tumpeng yang baru saja diangkatnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT

Tawa kecil dan tepuk tangan pun pecah. Ada yang merekam momen itu, ada yang spontan ikut merapat hanya untuk merasakan aura kedekatan yang sangat jarang terlihat dalam agenda resmi. Bagi sebagian guru senior, momen itu mengingatkan mereka pada tradisi keluarga, cara sederhana seorang ibu menunjukkan kasih sayang tanpa banyak kata. Sementara bagi guru-guru muda, gestur tersebut terasa seperti penguatan moral bahwa pekerjaan mereka dihargai bukan hanya secara profesional, tetapi juga secara manusiawi.
Zulva tampak menikmati tiap detik interaksi itu. Sesekali ia menepuk bahu seorang guru, menanyakan kabar, atau memberikan pesan singkat tentang pentingnya menjaga semangat mendidik generasi. Tidak ada jarak hierarkis, tidak ada batas formalitas yang tersisa hanya keakraban yang mengalir alami.
Di tengah hiruk pikuk perayaan, momen kecil tersebut menjadi simbol yang jauh lebih besar penghormatan yang membumi. Bahwa Hari Guru bukan sekadar upacara dan pidato, tetapi tentang merayakan mereka yang setiap hari mengabdikan hidupnya untuk mencerdaskan anak bangsa. Dan, melalui satu suapan tumpeng itu, Zulva seolah mengatakan bahwa para guru tidak hanya dihargai mereka dicintai.
Perayaan pun berlanjut, namun bagi banyak orang, potret kehangatan Ibunda Guru Batang Hari pada pagi itu akan menjadi kenangan yang melekat lama. Sebuah cerita yang akan dibawa pulang oleh para guru sebagai pengingat bahwa di balik panggung dan atribut seremoni, masih ada ruang besar untuk kelembutan dan rasa terima kasih yang tulus.
“Saya sebagai Ibunda Guru Batang Hari sekaligus sebagai orang tua mengucapkan Selamat Hari Guru untuk para guru semoga hari ini menjadi momentum pengingat kita kepada para jasa guru serta saya berharap agar para guru terus meningkatkan kemampuannya guna menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan seperti saat ini,” tutup Zulva.






